Minggu, 24 Februari 2013

Dua Anak Tangga Kecil



PERNAH suatu kali saya pergi ke kantor dan di tengah perjalanan saya menyadari ponsel saya tertinggal di rumah. Saya memilih untuk sampai di kantor terlebih dahulu baru nanti agak siang ke rumah lagi mengambil ponsel itu. Walaupun jarak rumah ke kantor tidak terlalu jauh tapi lumayan sebel juga karena harus bolak balik. Apalagi yang tertinggal itu memang ponsel khusus urusan kantor, jadi mau tidak mau harus diambil juga.
Pukul 10.00 saya kembali ke rumah. Singkat cerita, setelah ponsel itu ada di genggaman saya bergegas menghidupkan mesin motor. Eiitss, jarak 50 meter dari motor saya ada seorang nenek usianya lebih dari 70 tahun. Itu tetangga saya, rumahnya cuma berbeda gang dengan rumah saya. Di usia sedemikian tua, nenek itu berniat mengunjungi cucunya yang sakit (rumah cucunya di sebelah rumah saya). Jalannya tertatih tatih dan sangat lambat sekali. Saya sedikit tersepona oleh beliau dan mematikan motor. Saya lihat beliau berjalan sedemikian susahnya. Sampai di depan rumah cucunya beliau berhenti karena jalannya sedikit menanjak
. Ada dua buah anak tangga kecil di situ. Beliau berusaha mengangkat kaki menaiki anak tangga itu dan itu terlihat sangat payah sekali. Tulang dan otot kaki beliau sudah sangat rapuh dan tidak bertenaga.
Setelah agak lama tercenung, akhirnya saya sadar untuk membantu beliau mencapai pagar rumah cucunya itu. Saya papah tangannya pelan pelan hingga dua anak tangga kecil itu terlampaui. Saya panggil tetangga saya itu memberitahu ada neneknya di depan.
Usai kejadian itu saya kembali ke kantor. Sebel saya hilang. Saya bersyukur bisa mengendarai motor dengan leluasa. Bergerak dan berjalan dengan sangat bebas. Tubuh saya normal dan kesehatan saya baik.
Ada hal yang lebih penting yang saya dapat pagi itu. Dua anak tangga kecil yang saya ceritakan tadi buat saya bukanlah masalah besar. Hampir tiap hari dilewati orang dengan mudah. Bahkan untuk anak kecil usia 3 tahun, dua anak tangga tadi sama sekali tidak menjadi masalah karena memang sangat pendek dan landai. Tapi untuk nenek tadi, dua anak tangga kecil itu menjadi masalah besar. Payah sekali baginya melampaui hal yang bagi orang lain sangat mudah.
Dari situ saya paham bahwa sebenarnya Allah memberi kehidupan pada kita dengan adil. Tidak ada makhluknya yang diberi ujian sangat berat sedangkan yang lain tidak. Benar kata Aa Gym, “yang menjadi masalah sesungguhnya bukanlah masalah itu sendiri, melainkan sikap kita menghadapi masalah itu”. Dua buah anak tangga yang dianggap nenek tadi sebagai masalah sesungguhnya tidak pernah berubah, dia tetap berundak dan pendek. Toh kepada semua orang yang melewatinya, anak tangga itu tidak kemudian berubah menjadi lebih tinggi atau menjadi lebih rendah. Yang berbeda adalah pelakunya. Untuk saya yang masih muda dan bugar, tentu tidak menjadi masalah. Tapi untuk nenek tadi, itu sudah menjadi sebuah masalah yang tidak mudah.
Demikianlah pada setiap masalah yang terjadi pada hidup manusia. Ketika kita memutuskan untuk menjadi kuat dan berani, masalah seberat apapun tentu mampu kita lewati. Namun terkadang kita cenderung pesimis dengan kemampuan diri sendiri. Kita lebih sering menuduh diri ini lemah dan tidak mampu. Kita ingat bahwa kemampuan manusia memang terbatas tapi kita lupa Allah Azza Wajalla. Apakah Allah itu terbatas? Bukankah Dia yang menciptakan kita terbatas. Tentu mudah juga baginya melimpahkan kemudahan dalam segala keterbatasan itu. Sudah saatnya kembali padaNya, yakin akan kekuasaanNya. Apa yang tidak mungkin bagiNya. Menciptakan dunia dan isinya saja bisa, apalagi jika sekadar mengabulkan permintaan kita yang remeh temeh. Maka mintalah, niscaya dikabulkan. Begitu kan?
Oleh: Halina Said, Surabaya

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar