Selasa, 11 September 2012

Air Mata Rasulullah


Mari sedikit menelusuri sisi lain kehidupan Nabi Muhammad SAW, sang inspirator yang kisahnya tak pernah usang  untuk dikaji dan dihayati. Beliau juga menangis, bukan satu atau dua kali tetapi lebih dari yang kita duga. Tangisan kenabian tentu bukan tangis biasa. Berbeda dari sisi alasan, dan juga berbeda dari cara menangisnya. Tangisan Rasulullah SAW begitu elegan, sama seperti senyum dan tawa beliau. Saat tertawa maka beliau hanya mengulas senyum simpulnya, sesekali terlihat barisan giginya yang mulia. Tidak pernah ada suara terbahak-bahak, terpingkal-pingkal, apalagi tersedak-sedak nafasnya. Namun meski demikian, aura kehangatan dan ukhuwah tetap terpancar begitu dalamnya.


Begitu pula ketika beliau menangis, yang ada adalah air mata yang keluar perlahan, terkadang diiringi gemuruh dalam dada beliau, yang diibaratkan bagai suara air yang mendidih.Ini terjadi khususnya ketika beliau sedang menghidupkan malam dengan sholat-sholat panjangnya. Tidak ada sahabat yang mendengarnya kecuali merasakan ketakutan, kesedihan, atau kekhusyukan yang mengharukan jiwa. Tangisan kenabian adalah qudwah bagi segenap perindu surga.

Rasulullah SAW senantiasa punya alasan untuk menangis. Bahkan terkadang sahabat pun harus bertanya mengapa beliau menangis. Sebagaimana tangisan beliau ketika si bungsu yang lucu Ibrahim meninggal. Maka para sahabat pun bertanya hingga beliau SAW menjelaskan : " Air mata mengalir dan hati bersedih, tapi kami tidak mengatakan selain yang diridhoi Tuhan kami, dan wahai Ibrahim, sungguh kami bersedih ". Ini adalah tangisan rahmat dan kasih sayang seorang ayah pada anaknya. Tidak ada yang menyangkal karena itu adalah fitrah manusia yang mulia. Bahkan beliau juga pernah menangis saat mendapati putrinya yang tercinta sedang bekerja keras menumbuk gandum dengan batu besar untuk makan keluarganya. Fatimah bunga surga itu juga mengenakan pakaian dari kulit unta yang begitu sederhana. Rasulullah SAW pun bersedih dan menangis. Sang ayah yang penuh cinta itu berucap singkat dalam tangisnya : " Wahai Fatimah, engkau mendapati pahitnya dunia untuk sebuah kenikmatan yang abadi ". Air mata kenabian pun mengalir, untuk sebuah fitrah mulia : kasih sayang seorang ayah pada anaknya.

 Selain tangisan kasih sayang, beliau juga menangis karena peduli dan khawatir atas nasib umatnya sepeninggalnya. Betapa besar rasa tanggung jawab di dadanya. Beliau tidak bisa tenang, gelisah dan bahkan menangis memikirkan nasib umatnya. Suatu ketika beliau membaca ayat Al-Quran yang menukil ucapan Nabi Isa tentang kondisi umat yang sesat sepeninggalnya :
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Maidah : 117)

Sesaat setelah membaca ayat tersebut, tiba-tiba beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa : " Ya Allah ..umatku.. umatku ! " lalu beliau pun menangis. Tangisan Rasul mulia itu terdengar hingga ke atas langit. Allah SWT – dan Dia Maha Mengetahui- menyuruh malaikat Jibril untuk mendatangi Rasulullah SAW dan menanyakan mengapa ia menangis. Rasul yang mulia pun menceritakan tentang kekhawatirannya akan nasib kaum muslimin sepeninggalnya. Setelah Jibril mengabarkan hal ini kepada Allah SWT, maka Allah SWT berpesan untuk menyampaikan kepada Rasulullah SAW : " Sungguh Kami akan membuatmu ridho atas nasib umatmu dan tidak akan berbuat buruk padamu ". Inilah kepedulian seorang Rasul atas umatnya. Ia menangis karena takut umatnya akan terjatuh dalam kesesatan sepeninggalnya.

Dalam beberapa kesempatan lain Rasulullah SAW juga menangis, khususnya ketika mendengarkan ayat-ayat tertentu, atau ketika membacanya dalam munajat sholat-sholat malamnya yang panjang.  Rasulullah SAW sebagai laki-laki tak pernah ragu ketika memang harus menangis.  Tangisan beliau senantiasa diiringi dengan alasan-alasan yang mulia ; kasih sayang pada anaknya, juga kepedulian akan nasib umatnya, serta kekhusyukan yang luar biasa saat mendengarkan ayat-ayat Al-Quran.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar