Minggu, 16 September 2012

Neraca Kebahagiaan Kita



Sudah bisa dipastikan bahwa sesungguhnya tidak ada satu orang pun yang menginginkan dirinya tidak bahagia. Tidak seorangpun yang menginginkan dirinya dibelenggu derita, dikepung duka dan gundah gulana. Tak ada seorangpun yang menginginkan dirinya terjerat duka dan dicengkeram nestapa. Semua orang pasti mendambakan yang sebaliknya, mendambakan hidup bahagia. Semua orang pasti mendambakan dirinya diliputi kebahagiaan, hari harinya terus dihiasi suka cita, diwarnai ketenteraman jiwa.

Sayang, banyak orang hanya ingin bahagia meliputi dirinya, namun dia tidak melakukan apa apa. Dia tidak bergerak melakukan syarat syarat yang diperlukan untuk menggapai bahagia itu.Hidupnya berhiaskan angan, berlumuran keinginan yang tidak ditindak lanjuti dengan tindakan nyata. Dia hidup nyaman dalam dunia idealisme semu,angan angan palsu. Dia hidup hanya di alam mimpi.
 

Padahal kebahagiaan seseorang itu tidak mungkin diraih hanya melalui mimpi mimpi, dia harus diikuti aksi nyata.
Diantara syarat yang akan mengantarkan seseorang pada jenjang bahagia adalah apabila keimanannya kepada Allah mengakar kuat, meghunjam di dalam dada, menjulang ke langit berupa kebaikan yang bisa disaksikan oleh sebanyak banyak manusia dan bisa dinikmati oleh mereka. Iman yang mengakar akan menjadikan seseorang kokoh memegang prinsip hidup, mampu bertahan di kala sulit, gigih dan gagah menghadapi kehidupan yang rumit. Sebaliknya keimanan yang dangkal kepada Allah akan membuat seseorang mudah tumbang dalam menghadapi kehidupan dan tidak memiliki visi masa depan serta tidak punya misi kekinian. Hidupnya terasa hampa, tanpa makna.
 
Hal yang lain membuat seseorang bahagia adalah kecintaan dan rindunya yang senantiasa membara untuk menggapai kehidupan akhirat yang sempurna : masuk surga dan berjumpa dengan Tuhannya, Allah Yang Mahakasih. Manusia berorientasi akhirat akan menjadikan hidupnya jernih tanpa kotoran dekil dunia. Mata hati mereka demikian jelas menatap bahwa akhirat adalah nyata, bagaikan berada di depan mata dan terpatri di dalam jiwa.
 
Syarat lainnya apabila kita ingin bahagia adalah, apabila hari hari kita bertaburan ayat  ayat Allah yang meluncur deras dari bibir kita, menggema di relung jiwa.
 
Orang orang bahagia senantiasa membangun komunikasi intensif dengan Allah, Sang Mahasegala. Komunikasi penghambaan yang tulus, ikhlas dan jernih. Penghambaan yang didasarkan atas kesadaran bahwa dirinya memang diciptakan untuk beribadah, bersimpuh merendahkan diri di hadapan Sang Mahakuasa. Hari harinya adalah sujud dan ruku' yang merupakan simbol penghambaan sejati. 
 
Orang yang bahagia senantiasa memberi, menjadikan tangannya sebagai saluran kebaikan bagi orang lain, menjadikan dirinya sebagai sumber kehidupan bagi sesama.
 
Shalat yang terjaga dalam kekhusyuan juga syarat yang mengantarkan seseorang pada kebahagiaan. Alquran memberikan gelar khusus bagi mereka dengan sebutan almuflihun, orang orang beruntung. Karena shalat memang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh mereka yang merendahkan diri dan khusyu' di hadapanNya.
 
Wara', yakni meninggalkan yang haram menjadi bagian sangat penting agar neraca bahagia kita berjalan stabil dan tidak pincang. .Wara' akan membuat orang tidak merasa terbelenggu oleh dosa individu dan sosialnya. Bahkan lebih jauh dari itu dia harus melangkah lebih maju dengan menjadikan zuhud, meninggalkan yang syubhat sebagai tak terpisahkan dari track record sejarahnya.
Teman teman orang bahagia adalah orang orang saleh yang mendorong dia dekat kepada Allah dan semangat berburu surga serta antusias menjauh dari neraka. Amal dan aktivitasnya adalah amalan surgawi yang senantiasa dikepaki sayap sayap malaikat.
 
Kasih sayang pada sesama menjadi denyut nadi kepeduliannya, yang terefleksi pada apresiasi, simpati dan empatinya,  bukan hanya pada sesama muslim saja, namun lanskap kasihnya merentang pada setiap manusia bahkan menembus semesta. Dia memposisikan dirinya untuk bagi bermamfaat pada orang lain.
 
Jiwanya rendah hati pada sesama. Kesombongan lenyap dari kamusnya, kecongkakan tak lagi ada. Sebab dia ingat sabda nabinya bahwa barang siapa yang berendah hati maka Allah akan angkat derajatnya dan barang siapa yang bertinggi hati maka akan  Allah rendahkan derajatnya.

Manusia yang beriman rendah, bermental rapuh,rakus, lemah, angkuh dan angkara, buruk moral dan akhlaknya, dan sering menyakit manusia serta kikir pada sesama, maka dipastikan dia akan merana dan menderita : dunia akhirat.

Artikel Terkait:

1 komentar: