Jumat, 12 Oktober 2012

Beginilah Islam Mengajarkan CINTA



Cinta, Cinta, dan Cinta…
5 huruf yang selalu menghapuskan kesedihan
1 kata yang selalu membangkitkan semangat juang
Cinta, Cinta, dan Cinta…
Tak ada habisnya jika kita berbicara cinta, apalagi bagi engkau yang masih muda
Seakan cinta menjadi magnet yang kuat dalam hidup ini
 Saudaraku, ternyata Islam mengajarkan ilmu tentang Marotibul Mahabbah atau tingkatan prioritas cinta.
Ya, agar tak asal karena cinta dan tak asal melekatkan cinta, maka agama yang tercinta ini tak asal pula mengajarkan cinta kepada umatnya.
Apapun segala sesuatu tentang cinta maka Allah menjadi puncak tujuan dari segalanya. Tak ada lagi tawar-menawar untuk cinta yang satu ini. Beribadah dan mencintai dengan sepenuh hati, berserah diri, selalu ingin terus mengingat-Nya.
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.  Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’d:28)
Tak ada lagi keraguan di dalam firman-Nya. Inilah kita yang wajib menghamba pada sang Maha Kuasa, Maha Perkasa lagi Bijaksana.
Maka Allah ghayatuna (Allah tujuan kami) menjadi harga mati untuk ditegakkan.
Setelah memenuhi yang pertama, maka senantiasa persiapkanlah diri untuk mencintai yang kedua, Rasulullah SAW. Sosok teladan, yang seakan-akan tidak ada yang tidak patut diteladani dari diri beliau. Suami yang bijaksana, ayah yang penuh dengan kasih sayang, guru teladan yang terampil, wirausaha yang sukses, pemimpin negara yang adil…sungguh mengagumkan. Maka tak ada kata tidak bagi kita untuk mengekspresikan cinta ini pada beliau. I’tibba rasul, mengikuti sunnahnya, menjalankan apa yang diberikan Allah melalui ajaran beliau, namun tidak mengkultuskannya layaknya nabi ‘Isa yang dikultuskan oleh Nasrani. Rasulullah sadar bahwa dirinya hanyalah manusia yang nyawanya pun ada dalam genggaman Allah Ta’ala, maka beliau pun menegur saat kaumnya memperlakukannya secara berlebihan, hanya sekadar untuk mengikuti, tidak untuk menghambakan diri.
“Katakanlah (Muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS Ali Imran: 31)
Maka Sirah Rasulullah menjadi bacaan yang tak boleh tertinggalkan dan amalan sunnah menjadi amalan yang tak boleh terlupakan.
Selanjutnya ada kaum Muslim yang menjadi tempat ketiga untuk mencintai. Ukhuwah, ukhuwah, dan ukhuwah, adalah bentuk cinta antar kaum Muslim. QS Al Hujurat ayat 10 menjadi hujjah yang indah juga menjadi pengingat bahwa memang persaudaraan yang dibingkai keimanan itu begitu mempesona. Di kala ada perselisihan, maka yang lainnya wajib untuk mendamaikan. Di kala ada kegembiraan, maka yang lainnya wajib untuk ikut bersyukur. Di kala ada kesedihan, maka yang lainnya wajib untuk mendoakan. Di kala ada kesulitan, maka yang lainnya wajib untuk membantu.Subhanallah…kekuatan mana lagi yang paling indah selain persaudaraan antarmuslim ini.
Maka irilah kaum Yahudi dan Nasrani melihat ukhuwah ini, dan tak henti-hentinya niat untuk menghancurkan Islam hanya dengan satu cara, merebut lalu membagi wilayah kekuasaan Islam menjadi kecil-kecil, kemudian mengadu-domba, pecah, dan akhirnya saling bermusuhan.
Astaghfirullah, padahal tanah air muslim itu adalah di mana pada satu jengkal tanah saja dalam satu wilayah masih ada manusia yang menyembah dan mengagungkan Rabbnya, Allah Ta’ala, maka wilayah itulah yang wajib kita perjuangkan. Tak ada lagi yang namanya batas kenegaraan, tak ada lagi yang namanya belenggu kebangsaan, ras ataupun suku. Dan inilah bentuk nasionalisme yang seharusnya untuk seorang muslim.
Maka ucapan salam sesama muslim menjadi bentuk doa pemersatu yang tak boleh terlewatkan.
Apakah hanya Muslim?
Hebatnya adalah tidak! Sesama manusia merupakan tujuan bentuk cinta yang keempat. Dan inilah DAKWAH, bentuk kita dengan cara yang lain kepada sesama makhluk yang diciptakan setelah malaikat dan jin, sesama makhluk yang menerima amanah setelah gunung dan seisi bumi pun menolaknya. Inilah DAKWAH, mengajak mereka pada kebenaran, pada illah satu-satunya, Allah Ta’ala. Bahkan jihad fii sabilillah tak terkecuali menjadi bentuk DAKWAH pada sesama manusia saat kemungkaran terjadi, saat kezhaliman terlihat, saat ketidakadilan terasakan. Karena kita sesama manusia, maka dakwah menjadi pengingat bahwa siapa sebenarnya manusia itu, yang hina dan tak ada apa-apanya di hadapan Allah ta’ala. DAKWAH-lah mulai dari hal yang kecil, mulai dari yang terdekat, dan mulai dari sekarang.
Maka hidup dalam kerukunan dan toleransi tepat pada tempatnya menjadi ikatan yang tak boleh terputuskan.
Dan ternyata, pada makhluk tak bernyawa, yaitu benda, kita pun diajarkan untuk menyalurkan cinta ini. Benda yang dimanfaatkan untuk kebaikan, tidak untuk sia-sia, cukup menjadi ekspresi cinta pada prioritas yang kelima.
Maka memelihara dan berbagi sesuatu benda untuk kebaikan menjadi tindakan nyata mensyukuri apa yang Allah ciptakan.
Inilah CINTA wahai saudaraku, dan terlebih ingatlah jika saat CINTA ini tidak pada prioritas yang semestinya, maka QS At Taubah: 24 menjadi peringatan yang terbaik untuk kita.
Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.
Ya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya, Maha Indah Allah dengan segala susunan kata-kata-Nya dalam Al-Qur’an yang selalu baik dalam menegur makhluk-Nya. Ketetapan Allah menjadi keputusan yang tidak akan terelakkan nantinya. Dan tak ada daya dan upaya bagi kita untuk dapat menghindari-Nya.
Ayo kita isi waktu-waktu yang ada dengan menjalankan prioritas cinta ini sesuai dengan tingkatannya. Teruslah kita membiasakan diri, untuk mengevaluasi cinta kita yang bersemayam di hati, agar cinta tak salah pada tempatnya. Tak lupa, segeralah mengubah cinta menjadi kata kerja, agar cinta tak menjadi rasa semata, tapi ekspresi nyata yang menggugah selera hidup.
Indahnya cinta kawan, 
Kau rugi jika tidak merasakan cinta,
Kau sesal jika tidak mendapatkan cinta,
Kau salah jika tidak mengekspresikan cinta
Kau akan segera bersedih hati jika tidak mengamalkan cinta
 
Dan untukmu wahai punggawa dakwah…
Kita akan bertemu dan disatukan pada
Jalan Cinta Para Pejuang

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar