Jumat, 22 Maret 2013

DIET TELEVISI


Oleh: dr. Ariani
AKHIR-akhir ini, saya sedang berkonsentrasi melakukan diet televisi untuk kedua buah hati. Masalah ini timbul ketika kami terpaksa harus menumpang di orang tua dengan berbagai pertimbangan. Di rumah neneknya, televisi terbiasa menyala hampir 24 jam sehari. Bahkan ketika tidak ada yang menonton. Wuih, repot kan?
Pada akhirnya, menonton televisi menjadi kebiasaan baru buah hati saya.  Dan ternyata  banyak yang mengalami masalah seperti yang saya alami. Coba simak data yang saya kutip dari majalah Ummi ini:
Dari Penelitian UNDIP dalam menyiapkan baseline data untuk Pendidikan Media 2008, mendapati mayoritas anak-anak yang diteliti mengaku menghabiskan waktu 3-5 jam pada hari sekolah dan 4-6 jam pada hari libur untuk menonton televisi. Bahkan beberapa dari mereka secara ekstrem mengaku menonton teve 16 jam pada hari libur!

Sebesar 72,9% anak-anak yang menjadi responden Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) 2009 menonton televisi selama 4,3 jam per hari. Padahal Menurut Kepala Divisi Informasi Yayasan  Kesejahteraan Anak Indonesia, Bobi Guntarto menyarankan agar bayi usia 0-3 tahun tidak perlu diberi suguhan televisi. Untuk anak SD pun televisi hanya boleh ditonton sebanyak 2 jam sehari.
Jumlah jam menonton itu sendiri didukung  jumlah tayangan anak yang kian beragam di banyak stasiun  televisi. Pada pekan ketiga Maret 2009 diperoleh data, total durasi program anak di semua televisi swasta adalah 125 jam. Namun ternyata, 6 % anak-anak menonton  komedi situasi dan 5,9% menonton sinetron remaja. Bahkan AGB Nielsen (2008) menemukan, bahwa top 10 program yang ditonton anak-anak  5 tahun ke atas adalah reality show seperti termehek-mehek dan Me vs Mom.
Kenapa ya, anak  suka menonton TV?
Menurut Rubin, seorang peneliti media, sejumlah motivasi bagi anak dan remaja menonton televisi:
1.    Relaksasi. Bagi banyak anak, menonton membuat mereka rileks dan santa.
2.   Menjadi teman. Menonton televisi ibarat teman yang membuat  anak tidak merasa kesepian.
3.   Karena kebiasaan. Saking seringnya dilakukan, menonton televisi bisa menjadi kebiasaan. Apalagi kalau tidak ada aturan menonton televisi di rumah.
4.   Menghabiskan waktu. Banyak anak yang akhirnya lari ke televisi karena tidak punya kegiatan lain yang harus dilakukan. Banyaknya waktu luang membuat mereka menonton televisi.
5.   Untuk interaksi sosial. Menonton televisi bisa menjadi kegiatan bersama dengan teman-temannya. Selain itu, menonton televisi bisa menjadi bahan obrolan yang mengasyikan dengan teman dan sahabat.
6.   Mendapatkan informasi. Televisi dianggap dapat memberikan info mengenai hal-hal baru dan kejadian di sekeliling mereka.
7.   Seru, menarik dan semangat. Bagi banyak anak, menonton televisi itu seru, menarik dan  membangkitkan semangat. Pernah melihat anak-anak terpaku menyaksikan film animasi avatar atau naruto? Bagi mereka tontonan seperti ini  seru dan membuat semangat.
8.   Melarikan diri (escape). Melepaskan diri dari kewajiban, keluarga atau hal yang tidak ingin dikerjakannya.
9.   Hiburan. Televisi adalah hiburan yang murah meriah, mudah di dapat di mana saja.
Kenapa harus Diet?
Alasan pertama adalah, banyaknya tontonan kekerasan dan supranatural.
Hendriyani dkk (2009) menemukan bahwa program anak-anak yang tersedia mulai pukul 04.30-20.00 WIB adalah program impor yang berkategori animasi. Yang temanya sebagian besar kekerasan dan supranatural. Adegan kekerasan berpotensi menbuat anak meniru kekerasan serupa. Mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus meninggalnya Reza Ikhsan Fadilah (9) tahun tewas setelah dipelintir ketiga temannya yang meniru adegan Smackdown, beberapa waktu yang lalu.
Ada yang lebih leboh lagi. Pada tahun 1999 Amerika digemparkan dengan peristiwa penyanderaan sebuah sekolah menengah di Kota Littleton selama 5 jam. Penyanderaan dilakukan oleh 2 orang siswa sekolah tersebut. Tidak main-main, penyanderaan dilakukan dengan memakai senjata api. Tragedi berdarah ini menelan korban tewas 12 orang dan seorang guru, serta mencederai 23 orang. Penyanderaan berakhir dengan aksi bunuh diri 2 orang penyandera tersebut dengan cara menembak diri mereka sendiri.
Setelah diselidiki, ternyata motif mereka melakukan hal tersebut semata demi membayangkan diri mereka tengah berada dalam cerita serupa dalam video yang mereka tonton. Tragis!
Hati-hati juga dengan tayangan berita kriminal di televisi, hal ini dapat mengganggu pola pikir anak. Misalnya berita pembunuhan atau bunuh diri dengan memperlihatkan kondisi mayat  yang mengenaskan. Anak-anak bisa jadi terinspirasi dan meniru bentuk penyelesaian masalah yang dilihat dari televisi, tanpa mempertimbangkan dampaknya.
Sedangkan tayangan supranatural berpotensi syirik ayang akan mengotori akidah anak-anak kita. Anak akan terpesona dengan kekuatan benda ghaib, tokoh jagoan dan melupakan kekuasaan Allah.
Masih ada lagi alasan kita sebagai orang tua untuk melakukan diet televisi ini. Dan bagaimana caranya menerapkan diet televisi kepada anak-anak kita? Akan dibahas lebih lanjut di artikel berikutnya. Wallahu A’lam. [parentingislami]

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar