Senin, 03 Desember 2012

Ummul Mukminin Aisyah Binti Ash-Shidiq



Nama lengkapnya adalah ‘Aisyah binti ‘Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin ‘Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim, bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib al-Qursy at-Taimi.
Garis keturunannya bertemu dengan garis keturunan Rasulullah dari jalur kakeknya yang keenam, yaitu Murrah bin Ka’ab. Ayahnya dijuluki dengan julukan Abu Bakar. Ayahnya itu  dijuluki dengan julukan al-‘Atiq, ash-Shidiq,ash-Shahib, al-Atqa, dan al-Awwah. Semua julukan itu menunjukkan tingginya derajat, kedudukan, dan kemuliaannya. Kakeknya dari jalur ayahnya dijuluki dengan julukan Abu Qahafah yang memeluk Islam pada saat Pembebasan Makkah (Fathu Makkah).
 Nenek dari ayahnya bernama Salmabinti Shakhar bin ‘Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Dia dijuluki dengan  julukan Ummul Khair.  Neneknya masuk Islam sejak pertama kali Islam datang.
Ibunya bernama Ummu Ruman binti ‘Amir bin Uwaimir. Ia berasal dari bani Kananah Khuzaimah dan sudah sejak lama dia memeluk Islam  dan berbaiat kepada Rasulullah.  Dia ikut berhijrah ke kota Madinah dan meninggal dunia di kota tersebut pada masa Rasululllah masih hidup.
“Aisyah binti ash-Shidiq dinikahi Rasulullah ketika berusia  6 tahun pada bulan Syawal. Sedangkan Rasulullah “menggaulinya”  ketika berusia 9 tahun. ‘Aisyah merupakan sosok wanita cerdas. Rasulullah menjulukinya dengan sebutan Ummu Abdullah. Kecintaan Rasulullah terhadapnya merupakan teladan kehidupan rumah tangga yang baik.
Sanad hadist yang berasal darinya sebanyak 2210 hadis. Bukhari Muslim sepakat terhadap 174  hadist darinya. Hadis yang disepakati oleh Bukhari saja sebanyak 54 hadis. Sedangkan hadis yang disepakati oleh Muslim sebanyak 69 hadis.
‘Aisyah hidup selama 63 tahun lebih beberapa bulan. Dia meninggal dunia pada tahun 57H dan tidak dikaruniai keturunan.
Banyak sekali mutiara patriotisme yang ditunjukkan olehnya. Sebagian akan kami jelaskan  agar siapa  pun menginginkan hidayah dari Allah, baik lelaki ataupun wanita, dapat mengambil pelajaran darinya.
Keelokan Budi dalam Mengarungi Bahtera Rumah Tangga
         Sangatlah manusiawi jika setiap wanita di dunia ini mengharapkan karunia seorang suami saleh yang dapat menjaga kehidupannya dan menjadi pria dambaannya. Berikut ini adalah penjelasan tentang seorang wanita yang baik, suci, dan menjaga kehormatan diri.
Dia hidup dalam rumah tangga yang suci dan selalu menjaga kehormatannya. Kami akan menjelaskan sikap kepahlaweananya ketika menikah dengan makhluk terbaik di muka bumi ini.
Ketika diajukan oleh Khaulah binti Hakim kepada Rasulullah, Aisyah masih berusia kanak-kanak. Saat itu bertepatan dengan meninggalnya Khadijah. Meski dirinya masih sangat muda namun dirinya adalah seorang wanita bermental baja.
Ketika dia mendengar dari ibunya, Ummu Ruman bahwa Rasulullah hendak meminangnya, dia pun sangat berbahagia dan senang. Hari demi hari ‘Aisyah menunggu masa pernikahannya bersama manusia terbaik di muka bumi ini. Bulan Syawal yang menjadi bulan pernikahan mereka pun tiba. Bulan Syawal inilah merupakan bulan yang penuh kenangan baginya.Oleh karena itu dia sangat mencintai bulan Syawal.
Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsni berkata’ “Rasulullah senang menikahi istri-istrinya di bulan Syawal.” Mengenai hal ini “Aisyah pernah berkata, “Rasulullah menikahiku di bulan Syawal dan membuatkan rumah untukku di bulan Syawal. Istrinya yang mana yang lebih beruntung dari diriku?” (HR.Muslim)
Bulan Syawal bagi ‘Aisyah  adalah bulan kenangan yang sangat indah dan bulan yang penuh keberkahan. Selain itu, bulan ini juga termasuk  bulan  kebaikan yang tidak terhitung jumlahnya sekaligus bulan kemuliaan.
Setelah menikah,’Aisyah tinggal di rumah Rasulullah. Di sana Rasulullah mengajarkan banyak ilmu kepadanya, agar kaum Muslimin dapat mempelajari agamanya melalui ‘Aisyah. ‘Aisyah dimuliakan oleh Rasulullah sebagai wanita paling pandai diantara kaum Muslimah lainnya. Kaum Muslimah dapat mempelajari agamanya melalui Ummahatul Mukminin (Istri-istri Rasulullah).
Kebahagiaan  selalu menyelimuti ‘Aisyah, meskipun   hidup dalam kesederhanaan. Dia melewati hari demi hari bersama Rasulullah tanpa pernah ada konflik yang membuat panas suasana rumah. Mereka merasa cukup meski hanya meminum air dan memakan buah kurma.
Kebahagiaan pasti akan diraih selama hati diliputi dengan keimanan kepada Allah. Keindahan hidup akan dirasakan meski dalam kesederhanaan dan kesulitan. Kehidupan seperti inilahyang membuat ‘Aisyah menjadi wanita yang dimuliakan. Dia adalah sosok wanita yang dermawan  dan zuhud. Sejarah kehidupan yang sederhanamembuktikan kemuliaan yang dia dapati dari rumah Rasulullah yang terus dia lakukan hingga akhir kehidupannya.
Demikiannlah, kebahagiaan menyelimuti kehidupan ‘Aisyah. Kita dapat melihat sikap kepahlawanannya ketika tanpa ragu menerima lamaran dari manusia terbaik di muka bumi ini. Hal itu disebabkan karena rasa cintanya yang begitu kuat terhadap Rasulullah. Oleh karena itulah Rasulullah senantiasa berusaha membalas rasa cinta ‘Aisyah dengan rasa cinta yang terbaik. Hati Rasulullah dipenuhi dengan rasa cinta yang begitu mendalam terhadap ‘Aisyah. Di mana rasa cinta ini tidak pernah ada dalam hatinya terhadap Ummahatul Mukminin lainnya. 
Patriotisme yang Tinggi dalam Jihad Fi Sabilillah
         Wanita memiliki tabiat yang berbeda dengan pria. Tugas-tugas mereka juga berbeda dengan tugas-tugas kaum pria. Hanya saja Islam memperbolehkan seorang wanita ikut serta dalam berjihad di jalan Allah sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
‘Aisyah memiliki banyak sikap kepahlawanan dalam jihad di jalan Allah ini. Berikut ini akan kami jelaskan beberapa sikap kepahlawanan dalam berjihad di jalan Allah.
Jihad seorang wanita dalam ajaran Islam selalu disesuaikan dengan sifat kewanitaanya. Contohnya, mengobati pasukan yang terluka, menyiapkan makanan maupun minuman  untuk para pasukan. Kaum wanita tidak diikut sertakan berjihad secara fisik, kecuali dalam keadaan darurat.
Aisyah adalah seorang wanita pemberani. Anas bin Malik pernah mengisahkan peranan kaum Muslimah dan ‘Aisyah dalam perang Uhud. Dia berkata’ “Aku melihat Aisyah binti Abu Bakar  dan Rumaisha (dalam perang  Uhud) hingga wajah keduanya terlihat hitam. Akupun melihat pembantu Khilkhal. Keduanya (‘Aisyah dan Rumaisha)  membantu memindahkan air  ke dalam perahu mereka. Mereka kemudian meminumkan air ke mulut para pasukan  yang terluka. Setelah itu mereka kembali  dan mengisi perahu mereka dengan air. Lalu, kembali dan memberikan air kepada kaum Muslimin yang sedang berperang.
‘Aisyah juga ikut serta dalam beberapa peperangan yang lain, seperti perang Ahzab. Ketika perang itu meletus dia bergegas turun dari benteng pertahanan yang dipenuhi oleh kaum wanita dan anak-anak. Dia maju ke barisan pasukan paling depan. Setelah itu da kembali ke benteng pertahanan di Madinah, hingga akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada kaum Mukminin dengan mengutus pasukan yang tidak mereka lihat keberadaanya. Pasukan Allah itu membuat musuh kocar-kacir dan membuat nyali musuh ciut. Rasa gentar terlihat pada wajah mereka, hingga membuatnya mundur.
Demikianlah, ‘Aisyah selalu berpartisipasi serta dalam berjihad dan selalu menorah sejarah kepahlawanan dalam sikapnya. Sikapnya ini patut diteladani oleh setiap kaum Muslimin dan Muslimah.


Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar