Rabu, 24 April 2013

Manajemen Ghiroh



 Gelar ABG (Anak Baru Gede) biasanya diberikan pada anak yang baru memasuki masa remajanya. Dinamai baru gede karena mereka memasuki masa transisi antara dewasa dan anak-anak, di mana mereka sudah mulai dipercaya menjaga diri sendiri dan tidak dianggap menjadi anak-anak lagi.

Tingkah mereka ini kadang menggelikan dan kadang menjijikkan. Ketika mereka senyam-senyum sendiri karena mendapatkan cinta pertama mereka, mereka terlihat lucu dan menggemaskan. Ketika mereka kalang-kabut ketika mendapat jerawat pertama, mereka terlihat lucu, kasihan, dan menjijikkan apabila kita melihat jerawatnya. Ketika mereka mulai berani pulang malam, pergi ke bioskop, tak mau mendengarkan omongan orang lain, sok gede, dan... sudahlah, ntar penulis disangka curhat lagi...Siswa yang baru masuk SMU biasanya adalah orang-orang yang berpredikat ABG ini. Gaya mereka terlihat canggung memakai seragam putih-abu-abu. Dan supaya mereka nggak sok gede, dan tahu diri bahwa mereka masih baru dan masih cilik, diadakanlah perploncoan oleh kakak kelasnya.

Keluarga Baru di SMU ini pun – atas rahmat Allah – ada yang mengikuti kegiatan Rohani Islam, ekskul di sekolahnya. Di sini mereka dibina sehingga mereka menjadi ABG.

ABG binaan Rohis ini berbeda dengan ABG anak baru gede. ABG binaan Rohis ini singkatannya ialah Anak Baru Ghiroh. Salah satu arti ghiroh dalam bahasa Arab ialah semangat. Anak Baru Ghiroh artinya anak yang baru mendapatkan ghirohnya dalam hal keislaman.

Tingkahnya tidak kalah menggelikan, tapi tidak menjijikkan insya Allah. Kita akan menjumpai anak yang tadinya doyan sinetron tiba-tiba berteriak “ghozwul fikri tuh, jangan nonton gituan.”, ketika melihat adiknya atau kakaknya menonton sinetron. Atau membentak, “Lu dari tadi gonjrang-gonjreng mlulu. Ngaji dong. Kayak orang kafir aja luh,” kepada adiknya yang sedang main gitar. Dan menunjuk play station sambil berkata, “ini thoghut tau!” Membuat satu rumah bengong melihat tingkahnya.

Memang kalau kita sebagai pembinanya, lalu melihat perubahan terhadap "ABG" kita bertingkah seperti itu, kelihatannya didikan kita berhasil. Kita bangga padanya. Namun tidak untuk keluarganya.

Tentu saja akan terjadi kejutan pada keluarganya yang bisa-bisa menjadi fitnah bagi si anak. Kasihan, bisa-bisa si anak dituduh ikut aliran macem-macem. Dan kita yang membinanya juga bisa dituduh mengajarkan aliran sesat. Orang tuanya tak kan melihat bagaimana kemajuan ibadah si anak, itu sih asyik-asyik aja bagi mereka. Tapi tudingan-tudiangan si anak yang membuat panas telinga mereka itulah yang akan mereka tanggapi.

Memanajemen ghiroh menjadi penting pada saat-saat seperti ini. Pengendalian semangat dan api kecemburuan terhadap maksiat berguna agar dakwah kita menjadi lancar. (Ghiroh juga berarti cemburu)

Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memanajemen ghiroh:

1. Bersyukur kepada Allah.

Ghiroh yang kita dapatkan ini adalah semata-mata dari Allah. Itulah yang harus kita perhatikan dan kita tanamkan dalam diri kita. Hal ini agar dalam setiap hal perbuatan kita, kita selalu mengingat kebaikan Allah atas kita.

Di mobil, sepulang dari pengajian, ingatlah kebaikan Allah pada kita dalam bentuk ghiroh baru ini. Maka tak terasa air mata mengalir membelah senyuman kesyukuran. Syukur membuat nikmat kita bertambah. Maka dengan mensyukuri ghiroh ini, akan menjaga ghiroh kita agar tetap awet muda. Tak lapuk karena hujan dan tak lekang karena panas.

Rasa syukur ini harusnya memicu kesadaran bahwa semua perubahan pada diri kita berasal dari Allah swt. Dan kesadaran ini harus mencegah kita dari rasa sombong dan ujub, sehingga merendahkan orang lain yang belum tersentuh hidayah.

2. Upayakan sekeras mungkin untuk melakukan penahapan dalam peningkatan amal.

Wuaaah… gejolak semangat yang begitu besar ini membuat kita menggebu-gebu untuk bangun malam, shoum senin-kamis (bahkan tak jarang sampai daud), tilawah setengah juz, dll. Yang tadinya pas-pasan dalam amalan, sekarang membludak kaya akan amalan.

Bukannya buruk, hanya saja Rasulullah pernah menyindir seorang sahabat yang tidak konsisten dengan amalnya. Di suatu malam banyak beribadah, tapi malam berikutnya minim ibadah.

Bisa saja kita sehari dua hari mampu tilawah sampai setengah juz. Tapi pada hari ketiga keempat, karena kesibukan, kita tidak tilawah sama sekali. Atau tilawahnya mundur jadi setengah halaman doang. Bukankah kemunduran itu adalah kerugian? Bahkan termasuk kategori kerugian apabila hari ini sama dengan kemarin.

Upayakan, sekalipun gelora semangat ini begitu besar, melakukan penahapan dalam peningkatan amalan. Selama ini tilawah kalau kepengen saja, eh tiba-tiba selama dua hari tilawahnya setengah juz. Bisa-bisa besok kita jengah dengan tilawah. Suatu hal yang buruk.

3. Ingat akan masa futur atau masa jemu.

Iman itu ada masa naik dan masa turun. Mungkin kita bingung, bagaimana keimanan itu turun?

Begitulah. Ada masa-masa di mana kita mulai bosan dengan ibadah yang kita lakukan. Ada kala di mana kita rindu akan linkin park yang baru kemarin kita caci maki karena telah melalaikan kita selama ini. Itu tak terelakkan karena sudah menjadi fitrah manusia.

Sering simpati manusia beralih menjadi benci kepada seseorang yang tadinya terlihat begitu takwa di hadapan manusia, namun ketika di masa futur, ia terlihat sangat berlawanan. Seorang ABG selalu dibayang-bayangi perkataan, “ah, lu cuma bisa ngomong doang,” dari orang banyak yang akan ditemuinya di kala futur. Berhati-hatilah, karena bisa-bisa kita dibenci oleh orang-orang yang selama ini kita beri teguran. Yang baik bukannya kita tidak beramar ma’ruf nahi munkar, tetapi ketika futur, apa yang kita ucapkan tetaplah harus kita laksanakan sekuat mungkin.

Perintah Rasulullah kepada kita untuk menjaga lima kondisi sebelum lima kondisi, sebenarnya juga berlaku untuk berbagai kondisi yang memiliki kondisi kebalikannya. Masa kenaikan iman juga harus dijaga sebelum masa penurunan iman. Dalam hal ini, poin nomor 2, atau penahapan dalam beramal, adalah aktualisasi penjagaannya.

Ingatlah wahai rekan muda yang termasuk ABG, masa futur suatu saat tak akan kalian elakkan. Dan berhati-hatilah terhadap masa ini.

4. Syamil (menyeluruh) dalam menyalurkan ghiroh.

Tidak adil kalau kita hanya menyalurkan semangat sebatas pada kebencian kita dengan Zionis, dengan Ghozwul Fikri, dengan sinetron, film, de el el. Juga sebatas penambahan frekuensi sholat, merajinkan shoum, mati-matian tilawah, dan amalan-amalan hablumminallah.

Semangat kita pada Islam juga harus kita salurkan pada amalan-amalan yang bersifat hablumminannas (hubungan pada manusia). Misalnya berbuat baik pada orang tua, berhusnuzhon (baik sangka) dan menjauhkan diri dari su’udzhon (buruk sangka), membantu sesama muslim, memberi salam, dll.

Semangat lahir bersamaan dengan kecintaan kita yang bertambah pada Allah swt. Maka sebagai bukti kecintaan kita, tidak cukup dengan ibadah mahdoh saja, juga harus ditambah dengan ibadah yang berhubungan dengan manusia.

5. Selalu jaga sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar.

Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang lahir dari ghiroh baru itu sungguh sangat positif. Sebenarnya inilah hal yang paling baik yang didapat dari adanya ghiroh, karena bisa membuat sang anak menjadi manusia terbaik (3:104).

Amar Ma’ruf Nahi Munkar ini haruslah seimbang. Kadang-kadang ada ABG yang doyang mencela ini itu. Memang itu termasuk Nahi Munkar. Tapi jangan sampai ia tidak melakukan Amar Ma’ruf. Adik yang demen Westlife dimarahin, tapi ketika adzan berkumandang, cuek saja dengan adik yang melalaikan sholat.

Sikap amar ma’ruf nahi munkar ini harus selalu dilestarikan. Dan sekali lagi, hati-hati ketika tiba saat futur. Karena biasanya di saat itu kita tidak melaksanakan apa yang kita umbar selama ini. Sekali lagi hal ini bisa mengundang kebencian orang. Saat futur adalah saat bermujahadah untuk melaksanakan apa yang kita ucapkan.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar