Selasa, 21 Januari 2014

Pesan Cinta dari Penghulu Dunia


“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah.”

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu
Cinta, bagi sebagian orang merupakan masa yang paling berkesan dan membuat gejolak yang luar biasa dalam diri. Dalam sebuah lagu dikatakan bahwa “jatuh cinta itu berjuta rasanya”, begitu menggambarkan bahwa jatuh cinta itu begitu berwarna. Bahkan dalam film-film, cinta sering dijadikan alasan bagi para pencinta untuk melakukan pengorbanan demi yang dicintainya. Tapi juga dapat menjadi alasan untuk melakukan kejahatan dan kebencian. Kisah cinta terkadang dapat membuat banyak orang begitu terenyuh dan tersentuh. Cinta juga sering menjadi “bumbu penyedap” yang dramatis sebuah kisah kehidupan. Tema cinta juga seakan tidak lekang oleh zaman, selalu menarik dan menjadi candu tersendiri. Namun sebagai muslim, pernahkah kita berpikir bagaimana sebenarnya Islam dan orang paling dicintai umat Islam, yakni Muhammad Saw memandang cinta? Atau pernahkah terlintas siapa cinta sejati Rasulullah Saw?
Seperti dalam kutipan perkataan hikmah Ibnu Qayyim al-Jauziyah, cinta itu dapat membuat orang melakukan kebaikan. Tapi, cinta juga merupakan ujian dan dapat menjerumuskan diri kepada kemaksiatan. Cinta dapat berdampak positif pada diri kita bila kita dapat meletakkan cinta sesuai hierarki atau tempatnya. Bila kita tidak menempatkan cinta sesuai tempatnya, itulah yang akan menjadi sumber kehancuran yang juga sering disebut sebagai The Lost of Adab (Al Attas, 1993). Tidak meletakkan sesuatu sesuai hierarkinya dan lupa akan kedudukan kita sebagai hamba.
Dari Mu’adz bin Jabal –Radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam : “Allah Taala berfirman : ‘Orang yang saling mencintai karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku, orang yang saling menyambung kekerabatannya karena-Ku pasti diberikan cintaKu dan orang yang saling menasehati karena-Ku pasti diberikan cintaKu serta orang yang saling berkorban karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku. Orang-orang yang saling mencintai karena-Ku (nanti di akhirat) berada di mimbar-mimbar dari cahaya. Para Nabi, shiddiqin dan orang-orang yang mati syahid merasa iri dengan kedudukan mereka ini’
(HR. Ahmad)

Dalam hadist tersebut, Rasulullah Saw berusaha menjelaskan bahwa cinta yang paling tinggi adalah cinta kepada Allah Swt. Dimana ketika kita mencintai apapun karena Allah Swt maka kita akan mendapatkan balasan cinta yang luar biasa indah dari Pencipta Alam Semesta yang Maha Agung, Allah Swt. Hadist ini juga menjelaskan bahwa pusat dari segala cinta hanya kepada Allah Swt. Mencintainya berarti menaatinya dan mengikuti perintah-Nya seperti yang tertulis dalam Ali Imran ayat 31-32. Allah Swt adalah cinta sejati Rasulullah Saw. Cinta seperti inilah yang dapat membuat kita akan selalu berbuat kebaikan dan menuai dampak positif kepada diri kita sendiri. Namun kenyataannya, disadari atau tidak, terkadang kita terlupa untuk meletakkan kecintaan terhadap Allah Swt sebagai yang utama. Kita seringkali meletakkan ciptaan-Nya lebih tinggi dari-Nya. Padahal, seluruh jiwa, raga dan kehidupan ini adalah anugerah tanda kecintaan-Nya kepada kita.
“Tiga perkara, yang barang siapa memilikinya, ia dapat merasakan manisnya iman, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul melebihi cintanya kepada selain keduanya, cinta kepada seseorang karena Allah dan membenci kekafiran sebagaimana ia tidak mau dicampakan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadist tersebut, kita mendapati bahwa cinta yang selanjutnya adalah cinta kepada Rasul-Nya yang menjadi teladan bagi umat. Seperti cinta Rasulullah Saw kepada umatnya, seperti itulah seharusnya kita mencintainya. Walaupun tidak pernah bertemu, namun kita dapat membalas cintanya dengan menebar shalawat, meneladani dan mengikuti sunnahnya. Hadirnya Rasulullah Saw di muka bumi adalah sebuah keberkahan luar biasa bagi penduduk bumi karena beliaulah yang mengantarkan cahaya ilmu yang membebaskan manusia dari kebodohan. Ia sosok yang mengubah penduduk Mekah yang diliputi kejahilan dan terpencil menjadi masyarakat yang madani dan berperadaban besar. Sosok yang masih dicintai walaupun telah berabad-abad lalu telah tiada karena ia berhasil menebarkan cinta dan kebaikan yang abadi di bumi.
Dalam mencintai seseorang, kita dianjurkan untuk sewajarnya saja dan tidak berlebih-lebihan karena bisa jadi bila kita terlalu mencintai atau membencinya kita dapat merasakan hal yang sebaliknya suatu hari nanti.  Rasulullah Saw bersabda,
“Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim)
Mungkin timbul pertanyaan dalam benak kita, bagaimana kita bisa mencintai Allah Swt dan  Rasulullah Saw yang tidak pernah kita bertemu? Itulah uniknya dan hebatnya cinta yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw dalam Islam. Kecintaan ditampilkan melalui keimanan dan tidak membatasi cinta hanya dalam hubungan interpersonal atau sesama manusia yang selama ini menjadi pengalaman kita. Cinta tertinggi dalam Islam bersifat metafisik dan ketika kita mencapainya maka kita bisa mendapatkan semuanya. Ketika kita mencintai Allah Swt, kita pasti mencintai sesama manusia dan alam semesta ini dengan baik karena dengan mencintai Allah Swt, kita patuh terhadap perintah-Nya, melakukan apapun untuk-Nya (QS. Ali Imran: 31-32). Dengan cinta kepada-Nya, terbukalah tabir tentang cinta-cinta di bumi dan bertebaranlah cinta-cinta di muka bumi. Bila kita mencintai-Nya, kita pasti mencintai rasul-Nya, mencintai dan berbakti kepada orang tua karena Allah memerintahkan agar anak berbakti kepada kedua orang tuanya (QS. Al Isra: 23-24). Bila kita mencintai-Nya, kita pasti mencintai saudara-saudara kita karena Allah menganjurkan kita untuk mencintai dan menjaga hubungan baik kepada saudara-saudara kita (QS. An Nisaa: 1). Bila kita mencintai-Nya, kita pasti tidak akan merusak alam semesta ini dan menjaganya dari kerusakan karena Allah swt membenci orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi (QS. Ar-ruum:41, Al Baqarah: 11-12). Demi cinta kepada-Nya, kita akan menjadi manusia yang beradab kepada alam semesta sehingga alam semesta pun mencintai kita. Itulah cinta yang dirasakan dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw, cinta yang mampu membuat kita melakukan kebaikan-kebaikan di bumi dan menundukkan penduduk langit dan bumi serta membuat mereka senantiasa mendo’akan kita di dunia dan akhirat.
“Apabila Allah mencintai seorang hamba niscaya Jibril akan berseru : “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia. Maka Jibril pun mencintainya, lalu Jibril menyerukan kepada penghuni langit : “Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah dia. Maka penghuni langit pun mencintainya, kemudian diberikan kepadanya penerimaan yang baik di kalangan penduduk bumi.” (HR. Bukhari)
Cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang dapat mengantarkan kita kepada kebaikan seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Semua ajaran dan sunah yang dibawa oleh Rasulullah Saw mengarahkan kita untuk menuju satu cinta, yaitu cinta kepada Allah Swt. Cinta kepada Allah Swt tidak berjuta rasa seperti yang sering kita lantunkan dalam lagu. Cinta kepada Allah Swt berjuta hikmah, baik itu kepada diri kita maupun alam semesta ini. Wallahu a’lam bish-shawab.
“Dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya”
(QS. Al-Buruuj: 14)
Daftar Pustaka
Al Quran
Al Attas, S.M.N. (1978). Islam dan Sekulerisme. Bandung: PIMPIN
Bukhari, I.(2008). Adabul Mufrad; Kumpulan Hadist-hadist Akhlak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Taman-taman Orang yang sedang Jatuh Cinta dan memendam rindu, Bekasi: Darul Falah
Oleh: Rianda Febrianti
Mahasiswi Psikologi Universitas Indonesia, Penggiat Komunitas Penggenggam Hujan UI

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar