Ilmu pengetahuan dan teknologi sudah maju, sejarah sudah panjang membentang dengan bukti-bukti, sepatutnya manusia mengambil banyak pelajaran untuk percaya dengan berita dan janji Tuhan pemilik kesempurnaan.
Hukum alam berlaku dengan sangat teratur, berkaitan, bertingkat-tingkat, sempurna tanpa sedikit pun cacat, hanya pengetahuan manusia sungguh lemah dalam menelusurinya.
Alam makro begitu luas tak terjangkau ujungnya, alam mikro begitu kecil tak terlihat titik terkecilnya meskipun itu sangat dekat. Teknologi gelombang (dari keberadaan radio hingga handphone, dst) semakin memperjelas fakta penting bahwa di balik yang terlihat oleh mata ternyata ada eksistensi keterikatan kuat antar benda-benda yang terpisah oleh jarak maupun tidak. Teknologi kedokteran juga membuktikan adanya keterkaitan antara komponen diri yang secara awam seolah tidak terkait, misalnya kondisi psikologis manusia yang berakibat munculnya penyakit fisik. Menurut ragam pengetahuan manusia yang diperkirakan masih sangat terbatas itu, terkuak adanya tingkatan eksistensi. Sangat mungkin ditemukan tingkatan eksistensi yang lain manakala pengetahuan manusia berkembang lagi.
Sementara itu, sejarah sudah berlebih dalam menampilkan bukti akibat dari suatu tindakan, yaitu bagaimana para pelaku kejahatan cepat atau lambat diketahui mendapat akibat yang tidak menguntungkan bahkan mencelakakan.
Dari point-point singkat di atas, manusia tak bisa hanya percaya dengan apa yang dilihat, diraba dan didengar saja. Manusia seharusnya sadar akan adanya tingkatan-tingkatan eksistensi yang saling berkaitan sehingga terjadilah hukum sebab-akibat yang menyeluruh hingga menyentuh aspek baik buruk, di mana kebaikan berakibat kebaikan, keburukan berakibat keburukan seperti yang diberitakan Tuhan.
Tuhan Pasti Menegakkan HukumNYA
Di dalam Al Quran, sudah terang tertulis bahwa langit bertingkat-tingkat. Dan akibat dari kebaikan atau keburukan pasti akan terjadi di dunia, sebelum terjadi lagi di akhirat. Dan sekecil apapun perbuatan, akan ada akibatnya.
Memang ada sebagian fenomena yang terjadi di sekitar kita yang apabila tidak dicermati, maka kita akan berpikir bahwa hukum yang berlaku di dunia ini bak hukum rimba. Seolah siapa yang kuat akan memakan yang lemah. Seolah siapa yang terlahir hoki, selamanya akan hoki. Siapa yang terlahir sial, selamanya akan sial.
Tetapi Tuhan yang maha adil, tidak mungkin menciptakan hukum yang demikian. DIA menyayangi seluruh makhluk, DIA memperlakukan hambaNYA secara adil sesuai apa yang diperbuat oleh seorang hamba. Bahkan DIA maha pemurah dan maha mensyukuri sehingga satu keburukan hanya akan mendapat satu akibat buruk, sedangkan satu kebaikan akan mendapat akibat baik yang berlipat-lipat.
Membaca Hukum Sebab Akibat
Dalam konteks alam semesta yang tunggal dan menyeluruh ini berlakulah hukum sebab akibat yang diciptakan Tuhan. Komponen-komponen yang terlibat dalam ‘hukum sebab akibat’ adalah semua benda yang terlihat dan tak terlihat beserta semua gerakannya yang ada dalam himpunan alam semesta ini. Begitu luasnya komponen perhitungan hukum ini, menyebabkan manusia (yang terbatas pengetahuannya) sering kesulitan memperkirakan akibat-akibat. Hal tersebut memunculkan kosakata ‘tiba-tiba’, ‘kebetulan’, ‘ajaib’, ‘lagi sial/ hoki aja’, dan sejenisnya. Maka agar dapat berbuat secara tepat dalam hukum sebab-akibat, manusia perlu memahami ayat-ayatNYA yang merupakan sumber informasi menyangkut hukum itu, di antaranya dengan memahami sifat-sifat dari suatu ‘akibat’, sebagai berikut :
- ‘Akibat dari sebab’ bisa muncul secara langsung maupun tidak langsung, secara cepat atau lama, secara tunai atau bertahap. Untuk ‘akibat’ yang langsung, cepat dan tunai, manusia bisa dengan mudah memahaminya. Tetapi untuk ‘akibat’ yang tidak langsung dan lama, manusia butuh percaya bahwa semua yang terjadi adalah akibat dari masa lalu. Tuhan mengabarkan bahwa ada akibat yang langsung, ada yang ditunda, ada yang berlangsung perlahan-lahan, ada juga yang terjadi tiba-tiba dan terakumulasi pada satu waktu.
- ‘Akibat dari sebab’ bisa dimunculkan dari mana saja. Bisa melalui manusia (terpaksa atau sukarela, sengaja atau tidak), bisa melalui alam, atau bisa juga melalui gabungan antara manusia dan alam. Memang Tuhan menyuruh manusia menegakkan hukumNYA di muka bumi. Tapi seandainya manusia tidak ada yang sukarela menjalankannya pun, Tuhan tetap akan memunculkan ‘akibat’ melalui keterpaksaan / ketidaksengajaan manusia dan melalui alam dengan caraNYA sendiri, yang tetaplah Adil dan Penuh Syukur.
- ‘Akibat dari sebab’ tidak pandang bulu dan tidak mendendam. Seseorang yang melakukan kebaikan dan keburukan sekaligus, maka akibat yang akan diterima juga akan berupa kebaikan dan keburukan, meskipun kebaikan dan keburukan itu bisa muncul terpisah. Dan seseorang yang telah terbiasa melakukan keburukan, lalu ia sekali melakukan kebaikan, maka kebaikan itu tetap akan berakibat kebaikan meskipun berada di antara keburukan-keburukan dari kebiasaannya. Ini menunjukkan salah satu letak ke-mahaadil-an dan ke-maha teliti-an Tuhan.
- ‘Akibat dari sebab’ bisa muncul dalam berbagai bentuk atau keadaan. Di sini sebagian manusia sering keliru memahami hakikat dari suatu akibat, yaitu hanya melihat secara kasat mata. Misalnya selalu menggunakan unsur ‘harta’ sebagai tolok ukur utama, di mana harta mencerminkan kesenangan. ‘Akibat baik’ dipahami baik jika memunculkan harta sedangkan ‘akibat buruk’ dipahami buruk jika memunculkan harta. Untuk itu diperlukan ukuran yang nyata tentang apakah itu kesenangan dan apakah itu kebaikan.
Memilah Keadaan secara Tepat
Dalam membaca hukum sebab akibat juga perlu melihat dengan jernih tentang berbagai bentuk keadaan ‘sebab’ maupun ‘akibat’. Apabila diuraikan mungkin bisa berupa tabel kuadran berikut:
BAIK
|
BURUK
| |||
MENYENANGKAN
|
1
| BATIN |
2
| BATIN |
bersyukur kepada Tuhan | senang atas musibah yang menimpa orang lain | |||
berterimakasih atas kebaikan orang lain | puas atau bangga diri sendiri | |||
ketenangan batin | keangkuhan diri | |||
disyukuri orang lain karena berbuat baik | disyukuri orang lain karena berbuat buruk | |||
disukai orang lain karena berbuat baik | ditakuti orang lain karena berbuat buruk | |||
senang menyaksikan kesenangan orang lain | dibanggakan orang lain karena berbuat buruk | |||
cinta & kasih sayang dalam kebaikan | puas menyaksikan kedukaan orang lain | |||
semangat memperjuangkan kebaikan | solidaritas dalam keburukan | |||
mendapat kemudahan | semangat memperjuangkan keburukan | |||
merasakan kenikmatan | dipuji orang lain secara berlebihan | |||
dll | dll | |||
LAHIR | LAHIR | |||
sehat untuk kebaikan | sehat untuk keburukan | |||
makan & minum halal | makan & minum haram maupun berlebihan | |||
tercukupi kebutuhan hidup | Mendapat uang atau penghasilan dari keburukan | |||
Mendapat uang atau penghasilan dari kebaikan | sex haram | |||
sex halal | bebas berbuat buruk | |||
bebas berbuat baik | banyak teman buruk | |||
banyak teman baik | memiliki generasi penerus keburukan | |||
memiliki generasi penerus kebaikan | lari dari masalah | |||
berhasil menyelesaikan masalah | mendapat hadiah undian dari / untuk keburukan | |||
ringan masalah & tanggung jawab kemanusiaan | lingkungan yang sama buruk | |||
besarnya hak kemanusiaan | dll | |||
mendapat hadiah undian dari / untuk kebaikan | ||||
lingkungan yang baik | ||||
dll |
BAIK
|
BURUK
| |||
TIDAK MENYENANGKAN
|
3
| BATIN |
4
| BATIN |
sabar dalam kebaikan | kecewa pada Tuhan | |||
dibenci orang lain padahal berbuat baik | meratapi diri atau orang lain | |||
rendah hati | rendah diri | |||
menyesal karena berbuat buruk | dikutuk masyarakat karena keburukan | |||
bersedih karena belum mampu berbuat baik | dendam | |||
tidak tenang dalam keburukan | sakit hati menyaksikan kesenangan orang baik | |||
menahan keinginan | putus asa memperjuangkan kebaikan | |||
dikhianati oleh keburukan | berat untuk melakukan kebaikan | |||
kebencian pada keburukan | marah dan mengumpat | |||
gagal dalam usaha kebaikan | dll | |||
dll | ||||
LAHIR | LAHIR | |||
sakit untuk menjadi lebih baik | sakit akibat keburukan | |||
masalah yang berat dalam kebaikan | kekurangan makanan karena keburukan | |||
berkorban untuk kebaikan | masalah berat akibat keburukan | |||
memikul tanggung jawab | berkorban untuk keburukan | |||
berbagi / membantu dalam kebaikan | kehilangan kebaikan | |||
bekerja dalam kebaikan | bekerja dalam keburukan | |||
mempelajari ilmu yang bermanfaat | mempelajari ilmu keburukan | |||
menjaga pola hidup sehat | mengerahkan kemampuan untuk keburukan | |||
mengerahkan kemampuan yang baik | dll | |||
disingkirkan dari lingkungan buruk | ||||
dll | ||||
Keseimbangan Hukum Sebab Akibat
Kebaikan berakibat kebaikan. Keburukan berakibat keburukan. Dan Tuhan menciptakan pasangan-pasangan, di antaranya adalah keadaan menyenangkan akan berpasangan dengan keadaan tidak menyenangkan. Menurut uraian kuadran di atas, maka kuadran 1 berpasangan dengan kuadran 3, sedangkan kuadran 2 berpasangan dengan kuadran 4.
Tuhan menyarankan manusia agar tidak hanya mengharap kesenangan dunia semata-mata, karena setelah kematian justru akan ada kehidupan akhirat yang lebih utama untuk menyempurnakan balasan perbuatan baik secara tanpa batas. Kesenangan dunia yang sifatnya sementara itu mampu melenakan manusia dalam mengejar kesenangan akhirat yang jauh lebih hebat, sehingga dikatakan bahwa kesenangan dunia itu adalah kesenangan yang buruk di kuadran 2.
Tuhan menyarankan manusia agar mengutamakan upaya atas kehidupan akhirat dengan tetap mengupayakan kesenangan dunia secara proporsional. Maka salah satu bentuk dari perpaduannya adalah kesenangan yang baik di kuadran 1.
Bagaimanapun saran Tuhan itu tidak menghalangi terlaksananya Hukum Sebab Akibat di dunia secara adil dan berpasangan. Karenanya bagi siapa yang hanya mengharap kehidupan dunia saja, maka dia pasti akan mendapatkan akibat dari perbuatannya sekecil apapun. Sedangkan bagi yang percaya kepada kehidupan akhirat, maka sebagian kesenangan dunia akan diinvestasikan untuk kesenangan akhirat. Pada akhirnya manusia menetapkan pilihan, apakah mau mengikuti saran Tuhan atau tidak.
Semua Orang Pasti Membuktikan
Ada tiga macam respon terhadap eksistensi hukum Sebab Akibat, yaitu yang percaya, yang ragu, dan yang tidak percaya. Karena hukum Tuhan berjalan pasti di atas hukum manusia, maka pada dasarnya manusia, secara sadar maupun tidak, suka atau tidak suka, adalah sedang dalam posisi membuktikan kebenaran hukum Tuhan melalui perbuatannya.
Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. (QS. Al Ahqaaf: 19)
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. (QS. Al Jaatsiyah: 22)
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. (QS. Al Jaatsiyah: 22)
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Huud: 15-16)
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (QS. Al Israa’: 18-19)
0 komentar:
Posting Komentar