Senin, 22 Oktober 2012

Rindu Tarbiyah Terobati dalam Ukhuwah



“Tiada Tuhan melainkan Allah semata. Tiada sekutu bagi-Nya, baginya kerajaan, bagi-Nya segala puji, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu”
Masih ingatkah para pembaca dengan tulisan, “Sepotong Kisah tentang Tarbiyah”? Sungguh rindu yang menggelayut itu terijabah oleh-Nya yang Maha Kuasa. Tak ada kata selain ucapan ‘syukur alhamdulillah’ nikmat iman dan ukhuwah masih tersemat di hati.

Sungguh aku tak pernah menyangka sebelumnya, aku salah satu peserta Sekolah Guru Indonesia Angkatan ke-3 (Dompet Dhuafa) akan menginjakkan kaki di tanah Dompu, Nusa Tenggara Barat. Ternyata, ukhuwah itu kembali terukir di tanah asing. Ukhuwah, apa sebenarnya yang dikandungnya? Mengapa ia begitu lekat mencari percikan ukhuwah lain yang sedang terserak?
Ukhuwah ‘persaudaraan’, rasanya batin tak puas jika tak mendendangkannya. Ya, kini kudapati ukhuwah dalam lena tarbiyah. Kini, jiwaku sedang asyik menikmati pahatan kasih dan melepas dahaga pada ranting tarbiyah.  Siapa yang menyangka bila ternyata sarana ini adalah as-syifa’obat’. Begitu mudahnya air mata ini menetes hanya dengan mengingat ‘tarbiyah’ dan kini kurasakan ukhuwah itu menancap dalam kalbu hingga kembali air mata berlinang sebagai tanda rasa haru dan bahagia. Inikah indahnya Islam? Inikah indahnya seiman? Aku tak pernah tahu ‘mereka’ (teman tarbiyahku kini) sebelumnya, namun pertemuan dengan mereka bagaikan telah terjalin beberapa tahun lalu. Hangatnya suasana bercakap dengan mereka, nikmatnya saling mendoakan tatkala jabat terjalin untuk kembali bertemu, dan sejuknya saat dalam pelukan ukhuwah. Inilah nilai yang ditanamkan oleh Rasulullah SAW sejak awal.
Masih ingatkah Anda tatkala Umar bin Khattab bertemu dengan saudara seiman Abu Bakar? Mereka saling mendoakan, berjabat, dan saling berpeluk. Sungguh gambaran itu bagai menyatu dengan sukma. Dan semua kudapatkan dari ‘tarbiyah’.
Ukhuwah, apa sesungguhnya yang kau kandung? Mengapa hati ini serasa tak puas jika belum bersua denganmu? Mungkinkah engkau telah mengakar jauh dalam lubuk hatiku yang terdalam?
Aku ingin sedikit bercerita tentang rinduku yang terobati. Ramuan yang tepat bagiku memang hanya bisa didapatkan di bengkel jiwa yakni ‘tarbiyah’. Beberapa pekan lalu, aku duduk melingkar bersama saudara baruku. Kutumpahkan semua rasa yang ada saat menapaki tanah asing bernama Dompu. Penuh semangat dan terlihat tegar. Namun, jauh dari lubuk hatiku, aku ingin menangis di depan mereka. Tetapi, sungguh kekuatan ukhuwah itulah yang membuatku tak meneteskan air mata sebab dari wajah mereka terpancar semangat luar biasa. Semangat yang membuatku tegar. Semangat yang hingga kini masih tak lekang.
Sedikit bernostalgia dengan tarbiyahku dulu. Beberapa hari lalu, aku mendapat telepon dari seorang saudara yang kucintai karena Allah. Dia mengatakan, “aku menangis membaca tulisanmu yang dimuat beberapa tempo lalu.” Tanpa terasa, saat ia mengucapkan kalimat itu, air mata ini menetes. Bagaimana besarnya rindunya padaku, maka rinduku melebihi dirinya. Aku pun berkata, “Tiap kali tulisan itu kubaca, maka tiap itu juga air mata berlinang”. Inikah buah dari tarbiyah? Jika memang ini buah darinya, maka sungguh aku tak ingin membayangkan perpisahan dengan saudaraku kini. Sebab aku tahu bagaimana sakitnya kehilangan, bagaimana sakitnya menahan rindu. Rintihan kecil itu selalu ada menjadi pengantar tidur. Selalu hadir membayang.
Jika rindu tarbiyahku kini terobati, aku hanya ingin tetap terjaga. Terjaga hingga akhir penantian kembali menghampiri.
***
Larut dalam Ukhuwah
Islam memang agama yang mengantarkan damai kepada pemeluknya. Aku leleh dalam indahnya. Allohumma innaka ta’lamu anna hadzihil-quluub, qodijtama’at ‘alaa mahabbatik, ‘Ya, Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul atas dasar kecintaan pada-Mu.’ Demikianlah rasa indah yang kurasakan, berkumpul atas dasar cinta kepada Dzat yang tiada sekutu bagi-Nya, Dzat yang tiada setara dengan-Nya.
Ukhuwah mengantarkanku mengenal keterasingan menjadi lekat, hingga tak dapat sepenuhnya kutuang dalam catatan kecil ini betapa aku larut di dalamnya.
Bait-bait doa pun terlantun indah tatkala mengingat mereka dalam lena tarbiyah. Aku beruntung, hidayah bertahta hingga membentuk kekaguman pada-Nya. Kagum akan rasa yang disusupkan pada tiap hamba-Nya. Yang hamba itu tak tahu dari mana datangnya gejolak ukhuwah yang begitu kental. Lagi-lagi, aku terharu. Tiada henti ingin kudendangkan rasa syukur tak terhingga ini pada pengatur skenario dalam hidupku. Mengatur dengan sedemikian apiknya.
Jika sekiranya, ukhuwah ini bisa dibisikkan oleh angin, maka aku ingin sang angin, atas izin Sang Pencipta, menyampaikan rasa terima kasih pada seorang teman yang telah mengantarkanku pada gerbang tarbiyah yang penuh dengan bumbu ukhuwah.

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar