“Siapa berkata kasar banyak orang jadi gusar, siapa berkata lembut banyak orang jadi pengikut.” Itu bunyi gurindam dua belas Raja Ali Haji yang dipopulerkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring.
Sewajarnya memang begitu, siapa yang rese’, bakal dijauhin temen. Tetapi rupanya tidak selalu begitu. Ada sebagian orang yang demen dengan kata-kata kasar.
Memaki dan sarkasme mereka anggap suatu yang keren. Di negara lain, “Di barat sono” kata engkong, lirik-lirik lagu rap/hip hop yang berisi makian sudah dianggap biasa. Dan di Indonesia pun sempat terdengar lagu-lagu yang liriknya berisi makian. Kenyataannya ada juga yang senang dengan lagu-lagu model begitu.
Memaki dan sarkasme mereka anggap suatu yang keren. Di negara lain, “Di barat sono” kata engkong, lirik-lirik lagu rap/hip hop yang berisi makian sudah dianggap biasa. Dan di Indonesia pun sempat terdengar lagu-lagu yang liriknya berisi makian. Kenyataannya ada juga yang senang dengan lagu-lagu model begitu.
Tapi ngomong-ngomong, berkenalan dulu deh dengan kata sarkasme. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata sarkasme dengan kata-kata berikut: “sar·kas·me n (penggunaan) kata-kata pedas untuk menyakiti hati orang lain; cemoohan atau ejekan kasar.” Sedangkan dalam artikelnya, wikipedia mendeskripsikan sarkasme seperti berikut: “Sarkasme adalah suatu majas yang dimaksudkan untuk menyindir, atau menyinggung seseorang atau sesuatu. Sarkasme dapat berupa penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan seseorang. Contoh: Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!”
Di mana ditemukan kata-kata sarkasme?
Tentu saja dalam pergaulan sehari-hari, kata sarkasme itu ada. Entah itu dimaksudkan becanda atau serius. Sarkasme yang paling serius misalnya menyumpahi orang lain dengan nama-nama binatang atau pun makhluk halus. Nama-nama binatang di sini bukan “Burung Merak”, “Ikan Mas Koki”, atau “Iguana”. Binatang yang indah-indah tentu tidak disebut. Yah… tahu lah sobat muda binatang apa sih yang dipakai buat mengumpat.
Di dunia maya juga ada. Semenjak dunia internet booming, semenjak itu pula kata-kata sarkasme berseliweran di dunia internet. Ada di percakapan chatting, di email mailing list (milis), forum diskusi, di jejaring sosial, bahkan di blog. Padahal sudah ada istilah “netiket”, atau etika dalam berinternet, sebagai aturan norma dalam menggunakan internet. Tetapi yang namanya manusia yang doyan melanggar, etika saja tidak cukup buat mengatur perangainya.
Hingga akhirnya lahirlah UU ITE. Dalam BAB VII, Perbuatan Yang Dilarang, pasal 27 ayat 3 berbunyi:“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Apa sanksi dari pelanggaran pasal itu? Bab XI,Ketentuan Pidana pasal 45 ayat 1 berbunyi: “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Satu milyar itu lumayan sob… Nolnya ada sembilan. Sayang sayang lho uang segitu dipake buat membiayai aktifitas sarkas kita. Undang-undang itu diperlukan sebagai jaminan kepastian hukum buat kita dalam berselancar di dunia maya. Supaya kita tidak difitnah sembarangan lewat internet, atau dihina.
Ada juga istilah “bully” yang istilah itu lagi ngetrend sekarang ini. Harus lihat kamus lagi kah? Oke oke… Menurut Oxford Dictionaries, Bully itu: “use superior strength or influence to intimidate (someone), typically to force them to do something”. Inti katanya ada di : ‘intimidasi’. Di dunia maya, bully ini adalah aktivitas mengintimidasi orang lain dengan kata-kata. Dan kata-kata yang digunakan tidak jauh dari sindiran – itu yang paling halus – serta ejekan, cacian, dan sarkasme.
Di mana lagi ada sarkasme?
Sobat muda hobi nonton sepakbola? Punya klub idola? Kalau punya, tentu tiap klub sepakbola ada musuh bebuyutannya. Harusnya sepakbola cuma hiburan kan sob. Kita menggemari sepakbola biar kita terhibur. Tapi kenyataan di lapangan (ciee make istilah lapangan. Padahal penggemar mah bukan yang maen di lapangan), saling ejek antar suporter sepakbola itu ramenya minta ampun. Kata-kata sarkasme berseliweran. Tawuran? Bukan hal luar biasa juga. Bahkan tawuran terjadi didahului oleh saling ejek antara suporter. Akhirnya karena sarkasme ini kita tidak lagi bisa menikmati hiburan tanpa kekerasan, minimal kekerasan verbal.
Sarkasme ini juga sering terdengar saat seorang lagi ngompol, alias ngomong politik. Ketika mengkritik kebijakan pemerintah dan penyelenggara negara, keluarlah sarkasme yang memaki-maki mereka. Saat membicarakan suatu parpol atau seorang tokoh politik, juga sering bertaburan kata-kata sarkas. Ya mudah-mudahan sobat muda yang baca tulisan ini bukan yang termasuk orang yang doyan sarkas, baik saat ngomongin bola, politik, atau yang lain.
Be a muslim, say no to sarcasm
Ciri khas seorang muslim adalah bertutur dengan kata-kata yang baik. Bila tidak sedang bertutur dengan kata-kata baik, ia diam. Begitu yang digambarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya:“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. (Bukhari dan Muslim). Dengan karakter seperti ini, tentu tidak ada tempat buat kata-kata sarkas atau pun membully orang.
Allah pun telah memperingatkan hamba-Nya untuk tidak mengolok-olok seorang muslim baik dengan kata sarkas atau pun sindiran. “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum memperolok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka yang mengolok-olok, dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita (yang diolok-olok itu) lebih baik dari wanita yang mengolok-olok, dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan buruk sesudah iman dan barang siapa tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.(QS 49 :11).
Nah, itu lah karakter seorang yang beriman.
Sarkasme itu justru ada pada karakter orang yang tidak beriman. Ingat apa ucapan orang kafir quraisy saat mengejek Rasulullah? (Tidak ingat karena belum lahir? Ye.. memangnya ga baca siroh nabi?). Kafir quraisy mencela Rasulullah dengan tuduhan majnun, yang artinya gila. Na’udzubillahi min dzalik. Tapi kemudian Allah membela Rasul-Nya. Dalam surat Al-Qolam ayat 2-4 Allah berfirman:“Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Allah mengganti kata-kata sarkas kaum kafir Quraisy dengan pujian.
Masih dalam surat Al-Qolam, kemudian Allah memerintahkan agar tidak mengikuti orang yang suka mencela alias tukang sarkas. “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya, karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak.” (QS Al-Qolam 10-14).
Gara-gara orang itu punya banyak harta dan anak, akhirnya banyak yang menjadi pengikutnya walaupun orang itu tukang berkata kasar. Itu dilarang. Begitu juga jangan karena orang itu pintar bermain musik, lagunya asyik-asyik, tapi kita gandrung dengan orang itu walaupun dia tukang sarkas. Atau pelawak yang tidak bisa melawak kecuali dengan menghina orang. Gak banget deh ngikutin orang itu.
Surat Al-Qolam tadi juga menjadi renungan bagi kita bahwa dalam menjalankan kebaikan dan menyeru pada kebenaran, kita akan dihadapkan pada tindakan bullying dari orang lain baik berupa perbuatan maupun kata-kata sarkas. Jangan menyerah dengan hal itu, karena itu sunnatullah. Jangan takut dengan kata-kata sarkas “sok suci”, “biar dibilang alim”, dll.
0 komentar:
Posting Komentar