Seorang yang mengaku mukmin tak seharusnya bersedih pada saat
kesusahan menimpa, karena kasih sayang Allah Ta’ala kepada seorang
mukmin itu sangat besar, pasti lebih besar kasih sayang Allah Ta’ala
daripada kesusahannya. Namun seperti apakah kasih sayang-NYA kepada
seorang mukmin itu?
- Kemampuan memahami berbagai nikmat yang telah dan sedang didapat, yang lahir dan yang batin, yang tampak dan tidak tampak, yang halus dan yang besar. Juga kemampuan memahami berbagai keindahan dan keagunganNYA yang terbentang di alam raya ini.
- Kemampuan menimbang secara adil antara kesenangan dan kesengsaraan yang telah diterima, yang tentu saja didapati lebih banyak kesenangan dibanding kesengsaraan.
- Kemampuan memahami bahwa kesenangan dan kesengsaraan adalah dari Allah yang maha Pengasih dan Penyayang, sehingga apapun yang dikehendaki terjadi itu pasti baik. Kesenangan sebagai anugerah yang disyukuri dengan cara yang baik, sedangkan kesengsaraan sebagai batu ujian kalau tidak teguran untuk menjadi lebih baik.
- Kedamaian dalam menjalani hidup, karena yakin Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang Maha Kuasa, dan yang pasti menepati JanjiNYA akan selalu menolong hambaNYA yang beriman di dunia dan terlebih lagi di akhirat.
Keadaan obyektif:
- Allah Ta’ala menjamin rizki tiap-tiap makhluk, dengan cara menyediakan keperluannya di alam, serta memberikan alat yang berupa tubuh dan akal untuk mengambil keperluannya itu. DIA juga menurunkan naluri belas kasih pada diri manusia yang sangat berpotensi membuat seseorang tergerak untuk menolong orang yang lemah dalam memenuhi keperluan hidupnya. Hidup sendiri adalah rahmat, di mana sebutir biji bisa menjadi tanaman yang menghasilkan buah-buahan, oksigen, sayuran, dan berbagai manfaat. Manusia pun awalnya adalah satu sperma yang dengan rahmatNYA terus berkembang tubuhnya dan berkesadaran. Dengan dasar rahmatNYA terhadap kehidupan, maka dalam perjalanannya manusia menerima nikmat dalam hidup yang jauh lebih besar dari sengsaranya.
- Allah Ta’ala menolong orang yang beriman dengan pertolongan yang sudah pasti mengandung kebaikan, baik diminta atau tidak. Dan dengan adanya doa, orang beriman tidak merasa terlepas dari perhatian dan pertolonganNYA, kapan dan di manapun dia berada.
- Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa orang beriman, dan menyediakan kenikmatan hidup di akhirat yang luar biasa dan tak terbayangkan atas setiap bentuk kebaikan yang telah dijalankan di dunia yang bersumber dari ketaatan kepadaNYA, bukan atas keinginannya sendiri. Surga adalah investasi yang paling besar dan mulia dalam sejarah rizki manusia, yang akan dinikmati di penghujung perjalanan sejatinya.
Hai orang-orang yang beriman (kepada para
rasul), bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-NYA,
niscaya Allah memberikan rahmat-NYA kepadamu dua bagian, dan menjadikan
untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia
mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Hadiid: 28)
Katakanlah:
“Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-NYA untuk hamba-hamba-NYA dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan)
bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Al A’raf:32)
Uraian
di atas mengandung kesesuaian antara persepsi dengan realitas, sehingga
seorang mukmin tidak berada dalam bayangan semu yang menipu daya.
Kesesuaian persepsi dan realitas akan menghasilkan kebahagiaan sejati.
Kasih
sayang Allah Ta’ala dapat dirasakan apabila manusia fokus pada hubungan
antara pribadinya dengan Allah Ta’ala semata, tidak dengan
membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Pemahaman yang demikian
akan dapat diserap apabila menggunakan hati, karena hatilah yang dapat
mengenali alur sebab akibat yang panjang, mulai dari segala sesuatu yang
dicerna indera hingga kepada kehendak Allah Ta’ala. Sehingga apa-apa
yang tampak di sekeliling tidak mengaburkan pandangannya. Segala
perbedaan fisik menjadi tidak berarti karena jangkauan pandangan yang
membentang luas hingga kepadaNYA yang Maha Tinggi.
Allah Maha
Kuasa, Allah Maha Berkehendak, Allah Maha Pengasih dan Penyayang, dan
Allah Ta’ala menyukai kebaikan bagi hambaNYA. Tak ada sesuatupun yang
bisa terjadi berlawanan dengan kehendakNYA. Karena itu tak ada yang
lebih baik bagi manusia selain berpasrah meletakkan kehendak diri dan
mengganti dengan mengikuti kehendak Allah Ta’ala, sehingga DIA lah yang
akan mengatur hidupnya dengan penuh kebaikan. Di sisi lain, dengan
kepasrahan yang murni kepada Allah Ta’ala, maka timbullah keadaan bebas
dari ketergantungan kepada makhluk, bebas dari belenggu-belenggu dunia
yang memperdaya
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi
yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka
segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. Memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (QS. Al A’raf:157)
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar