Ketika seseorang sedang diterpa kegagalan atau sebaliknya
dikaruniai kesuksesan, pada hakikatnya dia sedang berada dalama satu peristiwa
yang merupakan akumulasi dari peristiwa-peristiwa sebelumnya yang saling
berkaitan. Hanya orang yang memiliki kepekaan terhadap peristiwa-peristiwa yang
terangkai dan saling berkaitan itulah yang menyadari keberaaannya dan mampu
mengambil hikmah terhadap setiap peristiwa yang dialaminya.
Sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan itu
menjadi sebab langsung atau tidak langsung kegagalan atau kesuksesan yang
dialaminya. Di dalamnya terkandung kemunginan-kemungkinan yang tidak
diketahuinya secara pasti dan tak terhingga jumlahnya. Hanya Allah Swt yang
mengetahui hakikatnya. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS, al-Baqarah [2]:
216).
Meski demikian, menangkap fenomenanya melalui kepekaan yang kita miliki, dapat membantu untuk memudahkan dalam merangkai dan menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan kemungkinan-kemungkinan yang tak terhingga jumlahnya itu menjadi sebab yang dapat menghindari kegagalan atau meraih kesuksesan. Dengan begitu kita dapat menelusuri rangkaian yang disebut sebab-sebab, yang pada faktanya selalu terangkai dengan pasti.
Dalam konteks pencapaian sebuah harapan atau cita-cita
sebab-sebab yang terangkai itu sangat menentukan terhadap gagal dan suksesnya
harapan dan cita-cita tersebut. Oleh karena itu Allah Swt memerintahkan agar
memperhatikan dan memanfaatkan sebab-sebab yang menjadikan harapan dan
cita-cita dapat diraih dikarenakan rangkaian sebab-sebab itu merupakan prinsip
yang dharuri dan pasti antara segala peristiwa yang tejadi. Sebab setiap
peristiwa atau kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta
kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau dari berbagai hal lainnya
yang mendahuluinya. Hal itu merupakan sunnatullah yang tetap. “Sebagai sunnah
Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu
sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.” (QS, al-Ahzab
[33]: 62).
Pemanfaatan sebab-sebab atau penghubungan peristiwa-peristiwa
dengan kemungkinan-kemungkinan yang tak terhingga jumlahnya itu menjadi sangat
penting ketika kita harus menatap masa depan sebagaimana diperintahkan Allah
Swt. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (ahirat),
dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
perbuat.” (QS, al-Hasyr [69]: 18).
Dalam filsafat dinyatakan bahwa sifat penting kausalitas adalah
keselarasan, kesemasaan, dan relasi eksistensial antara sebab dan akibat.
Kendati prinsip kausalitas adalah hukum dasar alam yang di luar hasil
“penghubung-hubungan” rasio manusia berdasarkan pengalaman inderawinya
dikarenakan seluruh alam materi tidak bisa ditahkik keberadaannya tanpa
menerima prinsip kausalitas sebelumnya, namun dalam kerangka pencapaian
cita-cita atau harapan setiap individu tetap dituntut kepekaan terhadapnya dan
kemudian mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya. “Sesungguhnya kami Telah
memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya
sebab (jalan untuk mencapai) segala sesuatu. Maka diapun mengikuti (menempuh)
suatu sebab (jalan).” (QS, al-Kahfi [18]: 84-85). Konon, kepekaan sayap seekor
kupu-kupu dapat mendeteksi jauh sebelum badai tornado berlangsung sehingga ia
dapat menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan dialaminya.
Atas dasar itu kita harus memiliki kepekaan, meskipun tidak
sepeka sayap kupu-kupu, terhadap peristiwa-peristiwa yang menjadi rangsangan
atau stimulasi serta mampu merangkaikannya secara apik. Sebab dari
rangkaian-rangaian peristiwa itulah kita dapat mengambil banyak pelajaran atau
hikmah. Di dalam rangkaian peristiwa-peristiwa itu pula berbagai kemungkinan
dapat diinderai sebagaimana pernah dialami manusia lain. Sedangkan peristiwa-peristiwa
yang mungkin dialami manusia lain itu adalah fenomena yang dapat mempengaruhi
segala peristiwa yang dialami oleh seseorang.
Dalam pengalaman manusia semua kombinasi peristiwa-peristiwa
yang terjadi bersifat acak tetapi saling berhubungan dan berkaitan satu sama
lain. Satu peristiwa yang terjadi bisa membuka atau menutup peluang terjadinya
peristiwa yang lain, yang lebih besar. Sebab kemunginan yang dialami seseorang
juga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dialami
orang lain. Atas dasar itulah seoah-olah kita berada dalam satu ruang tanpa
batas dengan kombinasi kemungkinan-kemungkinan yang tak terhingga jumlahnya.
Sehubungan dengan semua itu selayaknya kita mampu mengambil
makna atau hikmah yang telah atau mungin terjadi pada diri kita, baik yang
tergolong kegagalan ataupun kesuksesan. Sebab pada hakikatnya setiap peristiwa
yang kita alami merupakan rangkaan panjang dari sejumlah peristiwa yang
dialaminya atau dialami orang lain.
Setelah menentukan dan mengambil hikmah dari apa yang sedang
dialami, kita dituntut dapat membuat keputusan yang tepat berdasarkan kepekaan
dan kemampuan kita mengkorelasikan semua kombinasi peristiwa-peristiwa yang
terjadi agar terhindar dari tragedi kaki kita terperosok ke lubang yang sama
untuk kedua kalinya.
Dengan begitu berarti kita telah memiliki modal untuk masa
depan. Dengan modal kepekaan dan kemampuan mengambil hikmah serta mengambil
keputusan yang tepat maka masa depan yang akan kita songsong akan jauh lebih
cerah dan menggairahkan. Pada umumnya ketiga hal itulah yang membentuk
kebijakan seseorang dalam menghadapi persitiwa apapun yang melandanya dan
melahirkan sikap tawakkal, kebergantungan hati secara sungguh-sungguh kepada
Dzat Yang Maha Mengetahui dalam meraih kemashlahatan dan mencegah kemudharatan,
baik dalam usrusan duniawi ataupun urusan ukhrawi. “Jaka kamu bertawakkal
kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberik rezeki
kepadamu sebagaimana burung yang juga diberi rezeki; ketiks fajar menyingsing
dia keluar dari sangkarnya dalam keadaan perut kosong dan di senja hari dia
pulang dalam keadaan kenyayng.” (HR, Tirmidzi). Wallahu A’lam.
Artikel Terkait:
motivasi
- Ingin Mendapat Hikmah?
- Apa MOTIVASI mu Hari Ini ....???
- Malas? Begini Cara Mengusirnya
- Gadis remaja Inggris: "Islam telah mengubah hidupku menjadi lebih baik"
- Dua Anak Tangga Kecil
- Tiga Tahun Sudah Hafal Alqur’an
- 9 Kebiasaan Kecil yang Bisa Membuat Hati Senang
- Manfaat Membaca
- Sebelum Kesempatan Tertutup
- Perjuangan Hidup Nenek Yang Menjual Galon Air Minum
- Ada Lowongan Bagus nih,, Jangan Sampai Terlewatkan!!
- Video Pria Buta Gunakan Tali Menuju Masjid
- 12 kata “JANGAN MENUNGGU” yang perlu dihindari:
- Kekurangan Bukanlah Kendala Untuk Ketaatan
- Berpikirlah Positif dan Rasakan Keajaibannya
- Ikhwan Itu.........
- Ketika Syetan Kena Tipu
- Zhang Da Bocah Luar Biasa!!!
- GAZA.. Hari-Harimu dan Walau
- Apa yang membuat orang sukses?
- Sepucuk Surat Untukmu Saudaraku
- Beruntunglah Kita Tarbiyah
- Film "Ammar,, Motivasi dan Inspirasi"
- The Power Within You
0 komentar:
Posting Komentar